Harga kelapa bulat di pasar domestik mengalami lonjakan signifikan, mencapai Rp25.000 per butir, sebuah peningkatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan harga normal sekitar Rp10.000 hingga Rp15.000.

Menteri Perdagangan, Budi Santoso mengungkapkan bahwa salah satu faktor utama yang menyebabkan kenaikan harga kelapa adalah permintaan ekspor yang terus meningkat, terutama dari negara-negara seperti Cina.

Salah satu masalah utama yang dihadapi adalah bahwa pelaku industri dalam negeri membeli kelapa dengan harga lebih murah dari eksportir, sementara harga kelapa di pasar internasional semakin melonjak. Akibatnya, banyak eksportir yang memilih untuk mengekspor kelapa mereka ke luar negeri, menyebabkan kelangkaan di pasar domestik.

Budi Santoso menambahkan bahwa meskipun pertemuan antara pemerintah, eksportir, dan pelaku usaha dalam negeri sudah dilakukan, belum ada kesepakatan yang dicapai terkait solusi terbaik. Pemerintah berupaya mencari jalan tengah agar tidak ada pihak yang dirugikan dalam situasi ini.

Selain itu, usulan penghentian ekspor kelapa yang diajukan oleh Kementerian Perindustrian juga menjadi topik pembicaraan hangat.

Namun, Budi menekankan bahwa hal tersebut perlu dibahas lebih lanjut dengan pengusaha dan eksportir untuk menemukan solusi yang tepat. Keputusan yang diambil diharapkan tidak merugikan salah satu pihak, baik itu pelaku usaha domestik atau eksportir.

Harga kelapa yang melonjak tajam ini menambah kesulitan bagi konsumen domestik yang harus membeli dengan harga lebih tinggi, sementara para eksportir tetap mendapatkan keuntungan besar dari pasar luar negeri. Kondisi ini menciptakan ketidakseimbangan yang membutuhkan perhatian lebih lanjut dari pemerintah dan semua pihak terkait.

Demikian informasi seputar kenaikan drastis harga kelapa. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Memuslima.Com.